Komisi IX DPR RI Kritisi Kinerja Kemenakertrans
Komisi IX DPR RI mengkritisi kinerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Hal tersebut mencuat saat Rapat Kerja dengan Kemenakertrans yang dipimpin Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Jakarta, Senin (21/1)
Dalam Rapat Kerja yang dihadiri Menakertrans Muhaimin Iskandar, Komisi IX mengkritisi kinerja Kemenakertrans yaitu terkaitpermasalahan tenaga kerja di Indonesia, penyerapan anggaranTahun Anggaran 2012, sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan),dan Balai Latihan Kerja (BLK).
Anggota Komisi IX, Endang Agustini Syarwan Hamid (F-PG) mempertanyakan kendala dalam penyerapan anggaran Kemenakertrans Tahun Anggaran 2012, dan upaya yang telah dilakukan Kemenakertrans untuk menanganinya.
Menurutnya, sejauh ini dalam beberapa pemaparan, Kemenakertrans belum pernah menjelaskan secara rinci apa saja kendala penyerapan anggaran tersebut.
Selain mengkritisi penyerapan anggaran, Endang juga mengkritik kondisi BLK. Mengingat BLK yang dimiliki semestinya bisa meningkatkan keterampilan agar tidak terjadi PHK, namun Kemenakertrans juga tidak menjelaskan mengenai kondisi objektif BLK saat ini. “Sementara dari hasil kunjungan kerja Komisi IX ternyata banyak BLK yang tidak produktif,” tutur Endang.
Ia menjelaskan, bahwa hasil kunjungan kerja Komisi IX ke beberapa daerah, banyak BLK-BLK yang tidak produktif, baik sarana dan prasarananya, infrastrukturnya, anggaran yang didapat untuk operasional, termasuk instrukturnya. “Upaya apa yang dilakukan Kemennakertrans untuk meningkatkan fungsi BLK”, tegas Endang.
Endang meminta, Kemenakertrans melakukan evaluasi terhadap BLK yang kondisinya sudah tidak produktif dan melakukan langkah-langkah yang lebih konkret dan lebih bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja.
Lebih lanjut, Endang juga menyoroti mengenai minimnya sosialisasi mengenai BPJS Ketenagakerjaan. Ia meminta Kemenakertrans menyiapkan waktu khusus untuk melakukan persiapan sosialisasi pelaksanaan Undang-undang BPJS Ketenagakerjaan.
Karena menurutnya, sejauh ini masih banyak pihak yang belum memahami tentang BPJS Ketenagakerjaan termasuk tenaga kerja itu sendiri, Bupati, Walikota bahkan Gubernur. Sementara Komisi IX sendiri belum memperoleh informasi sejauhmana perkembangan persiapan BPJS oleh Kemenakertrans.
Endang khawatir, BPJS tidak dipahami oleh lembaga-lembaga di Kabupaten/Kota dan Propinsi termasuk Dinas Pekerja APINDO dan lembaga-lembaga terkait.
Terkait hal itu, Endang meminta untuk mengadakan pertemuan khusus antara Komisi IX DPR RI dengan Kemenakertrans agar bisa sama-sama membahas progress persiapan BPJS ketenagakerjaan tersebut.
Senada dengan Endang, Surya Chandra Surapaty (F-PDIP) juga mengkritisi belum dilakukannya sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan oleh Kemenakertrans yang akan mulai berlaku 2015.
Surya menyatakan pentingnya pelaksanaan sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan, terutama terkait pelaksanaan mengenai iuran kesehatan. Pasalnya selama ini, para pekerja mengacu pada Undang-undang Jamsostek bahwa iuran kesehatan itu tanggung jawab dari pengusaha. Sedangkan Undang-undang Jamsostek sendiri sudah tidak berlaku.
“Sekarang berubah, yakni sistemnyasharing antara buruh dan pengusaha. Misalnya 5%, ini berarti pengusaha 4% sedangkan buruh 1%. Jadi jangan sampai penolakan terjadi karena mereka masih mengacu pada Undang-undang Jamsostek, padahal Undang-undang Jamsostek sudah tidak berlaku lagi,” papar Surya. (sc/is/ul)/foto:iwan armanias/parle.